Senin, 29 April 2013

It's All About : Pacar

Gue punya pacar, jalan empat bulan dan gue bosan.

Kenapa?

Pacar gue anak pesantren. Well, mungkin nggak ada yang percaya, tapi itu kenyataan.

Dia nggak punya waktu buat gue dan gaya pacarannya bikin gue ILFEEL.

Why?

Karena dia manggil gue dengan sebutan "Mama"

Apa yang salah dari kata itu?

Karena gue nggak akan pernah manggil dia dengan sebutan "Papa", nggak akan pernah seneng di panggil seperti itu dan pengen muntah ketika dia menyebut gue dengan panggilan itu. Oh, satu lagi, gue nggak pernah ngelahirin dia, anyway :|

Gue emang terikat status sama dia, pacaran. Tapi hati gue udah nggak bisa nerima dia lagi.

Karena apa?

Dia nggak serius, gaya pacarannya sungguh sangat membuat gue mual dan hal yang paling penting adalah kita nggak pernah ketemu. So, jelas kalau ini hanya permainan.

Buat gue, jomblo atau single nggak jadi masalah. Gue punya temen, punya keluarga dan beberapa modusan yang bisa nemenin gue. Yang jadi masalah adalah, keberanian gue untuk mutusin dia. Gue gapunya.

Lagi-lagi, kenapa?

Karena gue nggak pernah mutusin cowok. Alasan lain, karena dia ada di pesantren yang entah ada dimana dan nggak booleh bawa HP. Can you imagine? Pasti sangat membosankan.

Oh, satu hal lagi. Dia Omes. Otak Mesum. Gue nggak suka cowok Omes walaupun gue juga "sedikit" Omes.

Okay, dulu gue memang sempet naksir dia sampe mampus. Tapi itu dulu. Sekarang? Setelah pacaran? Okay, gue ngaku gue nggak bisa lagi nerusin ini semua. Terlalu menjijikan buat gue.

Gue butuh cowok yang bisa ketemu sama gue, bukan yang sok merahasiakan identitas aslinya. Karena kita memang ketemu di RolePlay. Makanya itu gue nggak betah. Segala bentuk perhatian membuat gue mual dan ingin muntah. Nggak tau, hanya itu yang gue rasain. Walaupun gue sedikit nggak tega, tapi itulah yang gue rasain.

Haaaaa gue gatau harus gimana. Gue galau juga nggak ada gunanya sih. Target gue kalo dia pulang liburan nanti cuma satu, putus. P U T U S.

Haft, kenapa jadi malah geli ya punya pacar kayak dia?

Annisa Nendita Hapsari
29 April, 2013
22:06 WIB

Senin, 08 April 2013

Last Time

Mungkin kau bertanya-tanya
Arti perhatianku terhadapmu 
Pasti kau menerka-nerka 
Apa yang tersirat dalam gerakku

Akulah serpihan kisah masa lalumu 
Yang sekedar ingin tau keadaanmu
 
Reff: 
Tak pernah aku bermaksud mengusikmu
Mengganggu setiap ketentraman hidupmu
Hanya tak mudah bagiku lupakanmu 
Dan pergi menjauh

Beri sedikit waktu 
Agar ku terbiasa 
Bernafas tanpamu 
Ooooohhh...
Hoooo...hooo....2x
 
Teruntuk dirimu 
Dengarkan lah...

Reff: 
Tak pernah aku bermaksud mengusikmu
Mengganggu setiap ketentraman hidupmu
Hanya tak mudah bagiku lupakanmu 
Dan pergi menjauh

***

Well, aku nggak tahu apa yang membuat diriku sepede dan seyakin ini.
Dan jika aku salah, aku tidak bermaksud untuk menjadi super percaya diri.
Hanya saja, ini memang pantas untuk keadaan aku dan kamu.

Aku memutuskan untuk menjauhimu, melihatmu dari jauh dan sakit sendirian.
Ketika melihatmu dengan gadis itu.
No, believe me that I'm fine. Sure.

Aku menjauh bukan karena keinginanku, tapi kamu.
Kamu mengatakan bahwa kamu tidak suka jika aku mengganggumu.
Kamu juga bilang, aku moodbreaker.

Tidakkah kau merasa bahwa itu menyakitkanku?
Tidak, aku tahu.

Lalu seolah-olah menarikku, memintaku untuk kembali.
Kalau sudah begitu, siapa yang menarik ulur perasaan ini?
Aku? Atau malah kamu?

Dengar, dihari pertama ketika aku memutuskan untuk meninggalkanmu,
aku merasa sesuatu hilang dari sini.
Dari hatiku.

Aku pikir aku bisa melakukannya sendiri. Tanpamu.
Nyatanya, aku merasa kehilangan. Dan jauh lebih sakit.

Bukannya aku tidak ingin berteman, tapi aku yakin kamu tahu.
Bahwa seseorang pasti membutuhkan waktu untuk sendiri.
Dan aku membutuhkannya.

Jika ada hal penting yang sangat ingin kukatakan padamu,
aku merindukanmu, merindukan kita.
Aku takut, jika terlalu lama berada di sekitarmu,
aku akan memintamu menjadi milikku lagi.

Dan jika kamu disekitarku, aku merasa semuanya seperti diputar ulang.
Memaksaku untuk mengingat bahwa yang kulakukan semuanya sia-sia.
Tidak ada gunanya.

Aku ingin berhenti merusak mood-mu.
Ingin berhenti disakiti olehmu.
Ingin berhenti mengeluarkan air mata untukmu.
Maka, jika ini tulisanku untukmu yang terakhir, biarkanlah.
Dan untuk yang terakhir kalinya, aku minta maaf.

Meskipun aku tidak ingin semua ini berakhir,
tapi aku harus. Kita harus.
Maukah kamu menerima permintaan maafku?

TTD,
JSJ
8 April 2013