Sabtu, 29 Januari 2011

Love Is... part 01

" Huhu..." seorang gadis kecil bernama Lyssa menangis di sebuah pinggir sungai. Matanya tidak melihat kearah lain. Hanya menunduk menghadap tanah dan mengeluarkan butiran-butiran air mata yang seringkali terjatuh. Mulutnya pun sama sekali tak mengucapkan kata lain selain bisik-bisik kecil yang memilukan.

" Nenek jangan pergi.... Lyssa nggak mau sendirian..." kata-kata itulah yang kerap kali gadis kecil ini lontarkan. Ia sangat sedih karena nenek yang sangat ia sayangi sakit. Lyssa sangat tidak menginginkan hal ini terjadi. Tak pernah. Tak pernah sekali pun ia meminta Tuhan untuk lakukan ini. Tapi, apa boleh buat...? tak ada yang pernah meminta keburukan terjadi pada mereka. Termasuk orang yang mereka sayangi..

Lyssa membenamkan wajahnya diantara lutut-lututnya. Memejamkan matanya seolah-olah ia sedang tertidur. Dan berharap, saat ia membuka matanya nanti, ia akan sadar, bahwa semuanya hanya mimpi. Mimpi yang tak akan terjadi selamanya. Harapan semu... Lyssa membuka matanya. Ia menatap ke sekeliling. Sama. Semuanya masih tetap sama dan tak berubah. Sungai dihadapannya masih sama. sama seperti beberapa detik yang lalu saat ia memejamkan matanya.

" Kenapa, kenapa kayak gini...? Kenapa semuanya masih sama..? Kenapa nenek sakit...? Kenapa...?" jerit Lyssa tertahan. Ia tak tahan menghadapi situasi seperti ini. Terlalu sulit untuknya yang masih belia. Mana sanggup seorang bocah kecil menerima kenyataan seperti ini...? Umurnya masih 5 tahun.

Tiba-tiba ada yang menyentuh pundaknya. Lyssa menoleh. Dilihatnya seorang anak kecil yang tak jauh lebih tinggi darinya. Lyssa menatapnya bingung.

" Siapa..?" tanya Lyssa dengan kening berkerut dan mata sembap.

Anak lelaki kecil itu tersenyum. Lalu mengusap air mata Lyssa dengan perlahan. " Jangan nangis. Kamu jelek kalo nangis..." hibur anak lelaki kecil itu. Lyssa mendengus kesal. Maksudnya apa coba...?

" Apa sih, maksud kamu...? bikin aku kesel aja.." kata Lyssa tajam. Ia tak suka jika ada yang menyentuh pipinya. Anak lelaki kecil itu tertawa kecil. Ia suka melihat expresi Lyssa yang lucu. Tak suka disentuh. " Kenapa ketawa..? Kamu nggak normal ya, ketawa-tawa sendiri...? Ih, aku ngomong sama orang gila dong...!" kata Lyssa lagi sambil bergidik ngeri.

" Nggak, kok. Kamu lucu." jawab anak itu memuji. Lyssa tersenyum.

" Aku Lyssa. Kamu..?" tanya Lyssa sambil mengulurkan tangan kanannya. Mengajak berkenalan.

" Aku Stevent." jawab anak kecil bernama Stevent itu sambil membalas urusan tangan Lyssa.

" Oh, salam kenal ya. Maaf kalo tadi aku kasar..." kata Lyssa meminta maaf. Anak laki-laki itu tersenyum lagi. Ohh... #Penulis melting berat...#

" Nggak papa kok. Kamu lagi sedih ya, Lys.?" tanya Stevent.

Lyssa mengangguk. Ia memang sedih. Sangat sedih. Tapi, entah kenapa, dengan hadirnya Stevent yang tak ia kenal sebelumnya, Lyssa merasa nyaman. Lyssa merasa ada yang lain dengan kehadiran Stevent dibandingkan dengan kehadiran teman-teman cowok Lyssa yang lainnya. Lyssa merasa kalau ia menyukai paras Stevent yang tampan dan mengaggumkan. Tapi dalam hati, ia menepis pikiran itu. Lyssa masih kecil... nggak boleh suka-sukaan... begitu pikirnya dalam hati.

" Sedih kenapa, Lys..?" tanya Stevent. Lyssa pun menceritakan semuanya. Mulai dari A-Z. Stevent mengangguk-angguk mengerti.

" Sabar ea, Lys... Nenek kamu pasti sembuh..." ujar Stevent sambil mengelus-elus rambut Lyssa yang panjang dan halus.

Lyssa tersenyum malu. " makasih ya, Stev.. Kamu baik banget..." ucap Lyssa senang. Stevent lagi-lagi tersenyum. " Stev, kamu sekarang jadi sahabatku ya... Nih, aku kasih kamu kalung aku... " kata Lyssa sambil melepaskan kalungnya dan memberikannya pada Stevent. Stevent menerimanya. Lalu, ia melepas cincin yang dipakainya dan memberikannya pada Lyssa. Lyssa pun turut menerimanya.

 " Ini untuk kamu juga. Jaga baik-baik ya..." pesan Stevent. Lyssa mengangguk mengerti. 

"LYSSA!!" panggil seorang wanita. Lyssa menolah.

" Stev, aku udah di panggil mama. Pulang dulu, ya... Dah Stevent..." Kata Lyssa seraya meninggalkan Stevent.


@ Rumah Lyssa...

" Ada apa, Ma..?" tanya Lyssa bingung. Tapi wajahnya berseri.

" Nenek mau bicara, Lys." kata mamanya. Lyssa mengangguk. Lalu, segera menghampiri neneknya yang tertidur di dipan.

" Ada apa, Nek...?" tanya Lyssa sekali lagi...    

" Lyssa, maafin nenek ya.... Nenek udah nggak bisa nemenin Lyssa main lagi... Lyssa bisa sendiri kan...? sekali lagi maaf ya..." kata nenek'a Lyssa, lalu ia memejamkan matanya untuk selama-lamanya...

" NENEK!!!!!!" jerit Lyssa.

---LOVE IS…---

12 tahun kemudian...

Ify berjalan cepat mengelilingi sekolah barunya. sudah hampir 5 menit Ify mencari ruang kepala sekolah, tapi tak ketemu juga. Padahal ia yakin, kalau bel masuk sebentar lagi berbunyi.

" Hadooh... ini kenapa sih, gue kan bingung! Bingung bangeet!!" gumam Ify sambil tetap berjalan. Tiba-tiba...

BRUKKK!!!

Ify menabrak seseorang. Entah siapa. Yang jelas, Ify terpental cukup jauh saat menabrak orang itu. Ify mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang menabraknya. Seorang cowok. Tampan. itu kesan pertama Ify saat melihatnya.

" Stevent..." panggil Ify. Kening cowok itu berkerut. Entah mengapa, Ify memanggil cowok itu dengan sebutan Stevent. Padahal nama cowok itu bukan Stevent.

" Lo panggil gue apa barusan..?" tanya cowok itu. Ify kaget sendiri saat sadar bahwa cowok di hadapannya ia panggil Stevent. Ify pun segera berdiri dan mengatur posisi berdirinya sebaik mungkin. Lalu, ia menatap cowok itu dengan gugup.

" Sorry. Gue nggak sengaja. Sekali lagi sorry..." ujar Ify dan langsung pergi begitu saja.

---Love Is...---

Singkat cerita, singkat kata dan singkat waktu, Ify akhirnya masuk ke kelas yang memang ia impi-impikan sejak masuk kelas X di Bandung dulu. XI IPA. yeah, Ify memang mengincar jurusan itu. Jurusan IPA. Jurusan yang pasti bisa membuatnya menjadi dokter. Ify tersenyum puas di depan kelasnya. Disampingnya ada Bu Della yang menjabat sebagai wakil kepala sekolah.

Pintu dibuka oleh Bu Della. Semua mata tertuju padanya dan juga Bu Della. Ify melihat ke sekeliling. Tak jarang, Ify menemukan sedikitnya dua orang yang bisik-bisik dan melirik ke arahnya. Ify jadi bingung sendiri. Apa ada yang salah dengan penampilannya..? Tidak. Menurutya, ini sudah tampil sebaik mungkin. Simpel dan harusnya tidak menarik perhatian banyak orang.

" Ayo, perkenalkan namamu." perintah seorang guru dibelakangnya. Ify mengangguk.

" Nama saya Alyssa Saufika Umari. Tapi saya biasa dipanggil Ify. Saya pindahan dari Bandung." ujar Ify sambil menatap ke seluruh ruangan. Pancaran matanya terlihat ia sangat optimis dalam memperkenalkan dirinya.

Salah satu anak lelaki nyeletuk, " Sekolah dimana dulu..?"

" Di Internasional High School." jawab Ify tenang. Semua tercengang mendengar jawaban Ify. Internasional High School. SMA favorit bagi semua remaja. SMA termahal dan terbagus di Bandung. Banyak remaja yang rela berpisah dari keluarganya hanya untuk mendapatkan SMA itu. Banyak orangtua yang rela merogoh saku sedalam-dalamnya hanya untuk memasukkan anaknya ke Internasional High School Tersebut. Tapi Ify? Dia memilih pindah dari sana ke Jakarta. Kota yang penuh dengan polusi. Apalagi ia pindah ke sekolah yang nggak bagus-bagus amat. Kencana Bakti.

" Baiklah Ify, silakan kamu duduk dengan Sivia." kata guru itu. Seorang cewek cantik berambut tebal yang dikuncir dua mengangkat tangannya dan melambai ke arah Ify. Ify melangkah maju dan menghampirinya.

" Hai, aku Sivia." kata gadis itu setelah Ify duduk. Ify menoleh dan tersenyum.

" Oh, gue Ify." balas Ify manis.

" Ya ampun, lo pake elo-gue juga. Gue pikir, anak-anak dari kota Bandung itu semuanya pake aku-kamu. Ternyata elo beda, ya." komentar Sivia. Lagi-lagi Ify tersenyum.

" Berarti perkiraan lo salah. Temen-temen gue dibandung, pakenya gue-elo, kok. Gue kan orang Jakarta. Bukan orang Bandung asli. Gue pindah karena nenek gue meninggal." jelas Ify.

" Ya ampun, maaf ya. Secara nggak langsung gue udah nyinggung." kata Sivia merasa bersalah. Ify kembali tersenyum dan memegang pundak Sivia.

" Itu udah 12 tahun yang lalu." ralat Ify. Sivia menghela napas lega.

---Love Is...---

Istirahat...

" Fy, kok lo pindah sih? Padahal kan sekolah ini nggak ada apa-apanya dibanding IHS" komentar Shilla sambil meneguk kuah baksonya. jorok.

" Shil, kebiasaan banget, sih lo! Jorok tahu nggak..?!" sela Agni sambil memandang Shilla geli. Shilla hanya nyengir gaje. Lalu, beralih lagi ke Ify yang sedang mengaduk-aduk minumannya. Meminta jawaban.

" Bokap gue yang mau pindah. Dia ada kerjaan di Jakarta." jawab Ify sambil mengeluarkan HP-nya.

Tiba-tiba, Shilla menyenggol-nyenggol lengan Sivia. Sivia menoleh ke arah Shilla. Begitu juga dengan Ify. Shilla mengedikkan dagunya ke arah pintu masuk kantin. Terlihat 4 orang cowok berjalan masuk. Salah satunya cowok yang Ify tabrak tadi. Ify mengalihkan pandangannya ke arah Sivia. Terlihat wajah Sivia yang merona merah. Matanya mengikuti kemana arah 4 cowok itu berjalan.

" Ciee, yang gebetannya Cakka..." goda Shilla. Wajah Sivia makin merona merah.

" Ahh, Shilla, mah gitu..!" kata Sivia manja. Shilla bergidik. Agni hanya cekikikan. Sedangkan ify sama sekali nggak ngerti.

" Cakka itu siapa...?" tanya Ify pada siapa saja yang mau menjawab.

" Cakka itu, kapten basket sekolah kita yang disukain sama Via." jelas Shilla enteng. Wajah sivia makin merah padam.

" Oh... Kalo yang mukanya cina-cina itu siapa..?" tanya Ify lagi.

Agni nyengir jail. " naksir ea...?" goda Agni sambil menunjuk wajah Ify. Dengan polos Ify menggeleng. Agni menghela napas. " Dia Alvin."

Ify mengangguk-angguk. " terus kalo yang disampingnya Cakka..?" tanya Ify lagi. Shilla langsung memasang wajah jutek. Sivia melirik Shilla geli. Lucu sekali expresi Shilla saat sedang membicarakan cowok itu.

" Kenapa, Shil..?" tanya Ify bingung. Shilla makin bete.

" Dia Rio. Pacarnya Shilla." kata Agni sambil menahan tawanya. Sivia pun begitu.

" Bukan, Agni! Rio bukan pacar gue!" desis Shilla malu. Agni dan Sivia makin mau ketawa. Lucu banget expresi wajah mereka masing-masing. Kecuali Ify.

" Terus, siapa dong...?" goda Agni.

" Dia itu pengganggu hidup gue! Udah ah! Jangan dibahas! Gue nggak suka!" kata Shilla kesal. Sivia dan Agni pun segera melepaskan tawanya. Ify jadi makin bingung.

" Kok, pacar sendiri nggak diakuin, Shil?" tanya Ify polos. Shilla melotot kearahnya. Tawa Agni dan Sivia makin ngakak.

" Maaf deh, Shil. Gue nggak tahu apa-apa...!" Ify membela diri.

" Terserahlah. Yang jelas Rio bukan cowok gue!"

Ify mengangguk. " Terus, cowok yang satu lagi itu siapa...?" tanya Ify sambil menatap seorang cowok yang tadi pagi ditabraknya. Cowok yang ia panggil Stevent. Tak lama, cowok itu menengok ke arahnya. Untuk beberapa menit, mata mereka bertemu.

DEG!!!

bersambung...
Dibaca pleasee..