Senin, 26 Desember 2011

3rd Month Anniversary


Masih dibawah langit yang sama dan masih dalam lindungan Tuhan yang sama. Kadang aku berpikir kenapa aku merasa berbeda setiap malam dan setiap pagi. Padahal semua sama. 



Pagi menjelang siang. 


Siang menjelang sore. 

Sore menjelang malam. 

Malam menjelang pagi lagi. 

Tidak ada yang berubah. Akupun tetap seperti ini. Keluargaku juga masih yang itu. Mamaku masih dia. Papaku juga masih dia. Ayah dan Bundaku pun masih mereka. Adikku tetap sama. Mita, Audri dan Hanny. Aku tetap di Jakarta. 

Sekolahku, teman-temanku, guru dan sahabat-sahabatku masih sama. Setiap kali pergi ke rumah Mama dan Papa, jalan yang kulalui tetap sama. 3 halte dari sekolahku. Pulang kerumah, yang kutemui tetap saja Eyangku yang meskipun sudah berkepala 6 tetap suka jalan-jalan ke luar negeri. Tiap kali pulang ke Bogor pun kendaraan yang kulali tetap sama. 

Tapi kenapa aku merasa sangat berbeda? Merasa sangat kehilangan? Padahal tak ada satupun dari mereka yang meninggalkan aku. Mereka tetap disampingku. Tertawa bersamaku dan bicara serius denganku. 

Kadang aku teringat soal pagi yang selalu kulalui. 1 bulan lebih pagi itu selalu indah. Aku selalu tersenyum setiap kali melalui pagi itu. Setiap kali aku menatap jalanan yang seharusnya terlihat menjengkelkan, aku malah tersenyum. Aku sibuk dengan duniaku pada pagi itu. 

Tidak hanya pada sebuah pagi. Tapi juga siang yang menjelang sore. Setiap kali keluar dari gerbang sekolah. Duduk di bagian depan angkutan umum yang aku tumpangi dan tersenyum. Membayangkan dan merasakan siang menjelang sore yang sejuk itu. Kadang terasa panas dan menyebalkan. Tapi entahlah, semua itu tak terasa. 

Ketika sampai dirumah, membuka pintu pagar, melewati garasi mobil, membuka pintu pagar menuju taman dan barulah aku sampai di pintu utama rumah eyangku. Yang didalamnya hanya terdapat eyangku seorang yang menunggu aku pulang. Menyambutku sambil sesekali meledekku. Lagi-lagi semua itu tak lepas dari senyum. 

Menjelang malam, salat yang selalu aku amalkan itu rasanya jadi menyenangkan juga. Belajar yang kulakukan demi mendapat universitas kedokteran pun terasa menyenangkan. Kimia yang aku sukai semakin menyenangkan saja. 

Selama 1 bulan lebih, perasaan hangat selalu menyelimutiku. Pagi, siang, sore dan malam. Hatiku selalu penuh dengan rasa bahagia dan senyum tak pernah lepas dari wajahku. 

Hal inipun menyebar ke orang-orang sekitarku. They are smiling everyday with me. So fun! Tertawa bersama mereka, berjalan beriringan sambil melemparkan canda. 

1 bulan saja. Dan sekarang aku tau dimana perbedaannya. Sangat amat berbeda. Setelah satu bulan itu, semuanya berbeda. Aku tak lagi tersenyum ketika pagi datang. Aku tak lagi tertawa bersama teman-temanku. Aku tak lagi merasakan siang yang panas itu menjadi sejuk. Aku tak lagi belajar dengan nyaman. Salat yang selalu aku lakukan terasa hambar dan tidak khusyu. Kimia? Menjadi tak sedap untuk dipandang. 

Terkadang aku berpikir kalau semua ini adalah salahku. Salah aku yang terlalu egois. Salahku yang terlalu mencintai dia. 

Ah, dia. Seseorang yang tak pernah aku sebut namanya sejak awal. Bahkan sekedar menyebut dengan kata ganti 'dia' saja tidak. Mungkin karena luka itu masih membekas. 

Hari ini. Tepat 3 bulan aku mencoba melupakan segalanya. Tentang 1 bulan yang singkat itu dan tentang cinta yang seharusnya aku tau sangat berbahaya. Aku harap cukup aku saja yang mendapatkan sakitnya tanpa kutularkan pada orang lain. Jika aku bahagia, mereka boleh ikut bahagia. Tapi jika aku merasakan sakit, biarkan aku sendiri yang menanggung bebannya. 

Bulan ke-3 yang seharusnya aku tau aku bisa. Bulan ke-3 yang seharusnya aku tau aku mampu. Tapi aku tidak tau kalau dibulan ke-3 ini semua terasa sangat menyakitkan. Semua terasa seperti sebuah sesal. 

Pagi-pagi yang indah tidak ada lagi. Siang dan sore yang penuh senyumpun tiada. Lagi-lagi karena dia. Lagi-lagi dia. 

Kenapa dia mencintai orang lain disaat aku mulai merasa bahwa aku mencintai dia? Kenapa dia meninggalkan aku disaat aku punya harapan bahwa dia takkan meninggalkanku? Kenapa dia memberiku harapan disaat aku berkata bahwa aku mampu melupakannya? 

Setiap malam aku menangis. Berharap tangisan itu bisa mengembalikan semuanya dari awal. Berharap tangisan itu bisa mengembalikan dia. Berharap tangisan itu bisa membuat orang lain itu melepaskan dia demi aku. Berharap tangisan itu bisa membuat keduanya retak. 

Tidak. Aku tahu bahwa tangisan takkan merubah segalanya. Dia keluar dari sebuah mata dan terjatuh begitu saja tanpa guna. Aku kadang berpikir, setiap air mataku jatuh, setiap butiran air mata itu pecah ditanah, apakah itu sakit? 

Entahlah. Karena aku merasa sakit setiap kali terjatuh. 

Butiran-butiran itu pecah tak berbentuk. Bahkan tak terlihat lagi. Sakitkah? Merasa seluruh tubuhmu tak bisa bergerak? 

Entahlah. Karena aku tak pernah terpecah. Aku selalu mencoba untuk berdiri lagi dan lagi. Mencoba menyambungkan seluruh kekuatanku dan mencoba bangkit kembali. 

Bangkit yang kulakukan disertai dengan keyakinan yang kuat bahwa dia akan mencintaiku lagi seperti dulu. Tersenyum dan tertawa bersamaku seperti dulu. Memelukku, mencium dan menyentuhku seperti saat kami masih bersama. 

Sadar. Setelah bulan ke-3 ini, dia sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia akan mencintaiku lagi kecuali memberikan harapan-harapan yang aku yakin palsu sama sekali. 

Aku pikir setelah menyadari itu semua, aku akan berhenti mencintainya dan berbalik membencinya. And actually, I was wrong. Aku sangat menyayangi dia dan aku tau aku takkan pernah bisa melupakan dia, jauh dari dia bahkan sampai membencinya. 

Aku lebih memilih tidak bertemu dengan orang lain yang dia cintai itu daripada aku harus menjauhi dia. Aku takkan pernah bisa menjauhi dia. Rasanya sakit. Seperti kehilangan. 

Aku tau tidak seharusnya aku bersikap seperti itu. Berlebihan. Tapi bagaimana? Aku tak sanggup. 

Bulan ke-3. Rasa sakitnya bertambah besar dan rasanya aku seperti mau runtuh. Mau hilang. Aku sadar aku lelah menunggu. Sadar jika aku terlalu rapuh untuk menghadapi semuanya. Sadar jika aku terlalu lemah untuk menerima kenyataannya. Kenyataan yang terlampau pahit. 

Aku ingin kembali seperti dulu. Menjadi aku yang dulu. Dulu sebelum mengenal dia dan dia yang lain. Dulu sebelum aku mengerti apa yang namanya cinta. Dulu sebelum aku mengerti kenapa sakit itu ada. Dulu sebelum aku mengerti kenapa aku butuh cinta. Dulu sebelum aku tau bahwa cinta itu sangat amat menyakitkan. Dan dulu sebelum aku rasa kalau aku mencintainya. 

Berdiri sendiri untuk 1 bulan kedepan dan depannya lagi rasanya aku tak sanggup. Karena aku sadar dan aku tau. Dia sama sekali takkan pernah mau mencoba untuk mencintaiku lagi untuk 1 bulan kedepan dan depannya lagi. 

Aku manusia. Aku perempuan dan perempuan memiliki hati yang terlalu lembut. Aku manusia biasa. Rasakan cinta, rasakan sakit dan rasakan benci. Aku manusia sederhana. Jatuh cinta dan Patah hati. Aku manusia lemah. Tersakiti dan langsung terjatuh. 

Seandainya kau tau, hingga hari ini aku masih berharap..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar