Kamis, 28 April 2011

[OneShoot] This Feel…




Author: Annisa Yesung Sooyoung (Choi Ri Rin)
Cast: Sooyoung (SNSD). Key (SHINee)
Other Cast: Tiffany (SNSD), Jinki-Onew (SHINee), Taemin (SHINee)
Length: Oneshoot
Genre: Temukan sendiri

NB:
DON’T BE A SIDERS PLEASE!!!
This Feel…

Rasa ini...
Aku tak tahu kapan ia mulai tumbuh kembang. Aku hanya tahu kalau aku mencintaimu. Tapi aku tak tahu kenapa aku mencintaimu.

^.~

Aku menutup bukuku pelan. Sudah keberapa kalinya aku menulis tentang kenapa aku bisa tidak tahu tentang perasaanku padanya. Aku tidak tahu kapan aku mulai menyukainya, mencintainya. Yang aku tahu, aku sangat tersiksa dengan rasa ini.

^.~

Rasa ini...
Kenapa tumbuh saat kau memilikinya? Aku tidak tahu. Yang jelas, aku mencintaimu.

^.~

Nah, itulah kenapa aku bilang rasa ini membuatku sakit. Ini semua karena dia telah memiliki gadis pujaan yang lain. Setiap melihatnya melirik gadis itu, dadaku terasa sesak. Kepalaku pening dan perutku mual. Inikah cinta?

^.~

Rasa ini...
Aku tak pernah tahu kenapa aku harus mencintaimu. Yang aku tahu, aku tak bisa melupakanmu.

^.~

Ya, sedikit banyak aku tak bisa menerima perasaan ini. Terlalu sakit. Tapi aku tak bisa melupakannya begitu saja. Dia terlalu berharga untuk aku. Aku tidak tahu.

^.~

" Nicole, dia itu cantik. Aku suka."

Terlalu sesak. Dadaku sesak. Aku tak bisa bernapas. Kenapa dia harus menceritakannya padaku?

^.~

" Dia sudah punya namjachingu. Yang aku sesali, kenapa harus Chansung, sih?"

Kenapa kau katakan itu? Kenapa menyesalinya? Aku ada untukmu. Aku yang mencintaimu. Bukan Nicole!

^.~

Sudahlah. Aku sudah tak mampu lagi. Aku takkan lagi berharap lebih padanya. Aku akan pergi. Mungkin ini akan membuat aku lebih tenang. Aku hampir frustasi karenanya.

" Soo, kau yakin akan pergi?"

Aku terdiam mendengar pertanyaan sahabatku, Tiffany. Jujur, aku tak ingin pergi. Tapi ini sudah sangat menyiksaku. Ini sudah membuat aku lelah. Aku tak mau lagi. Sudah cukup semua rasa sakit yang ia berikan padaku.

Aku mengangguk pasti seraya tersenyum. Senyum tipis yang mungkin takkan terlihat oleh siapapun saking tipisnya. Tiffany memelukku. Aku balas memeluknya. Maaf, Tiff. Hanya ini yang bisa membuat aku tenang. Pergi jauh dari Seoul dan melupakannya.

" Jaga dirimu baik-baik, Soo. Aku akan merindukanmu."

Aku mengangguk. Lalu pergi dengan taxi yang sudah aku pesan tadi. Dari kaca spion dalam, aku bisa melihat butiran air mata Tiffany. Ia menangis dan tak ada siapapun yang memeluknya. Ah, aku harus kuat.

Bukan maksudku untuk menjauhinya. Hanya saja aku tak mampu lagi mendengar semuanya. Semua keluh kesah yang ia keluarkan padaku hanyalah rasa cemburunya terhadap Chansung yang notabene pacar Nicole. Dia tak pernah berkeluh kesah tentang aku.

Baiklah, baik. Aku sadar aku memang tak pantas untuknya. Tapi, sadarkah ia kalau Nicole juga tak pantas untuknya? Nicole itu gadis angkuh yang sok. Dengan kecantikannya, ia bisa mengambil hati siapa saja. Tapi otaknya? Tumpul!

Ah, bisakah aku tahu isi hatimu yang sebenarnya? Aku masih menunggu. Ya, setidaknya sampai seminggu setelah aku ada diluar kota. Waktu yang cukup untuk menyadari keberadaanku dan perasaanmu padaku kan?

^.~

" Dia menanyakanmu."

Kata Tiffany saat meneleponku. Aku terdiam kaku. Untuk apa dia tanya aku? Ah, aku ingat. Dia tak ada teman curhat. Satu-satunya yang tahu kalau dia menyukai Nicole kan hanya aku. Selama ini dia terlihat cuek pada Nicole.

" Kenapa diam? Kau tidak suka dia tanya kau, Soo?"

Bukan Tiff. Bukan aku tak suka. Aku hanya bingung, bagaimana aku menyikapinya. Aku mencintainya. Aku senang. Tapi juga sedih karena aku tahu dia tanya aku untuk alasan apa. Dia tak merindukanku, Tiff. Dia butuh aku untuk curhat.

" Soo, dia rindu padamu. Wajahnya seharian ini murung."

Aku tersenyum meski Tiffany tak melihatnya. Apa benar dia rindu padaku? Aku tak percaya. Dia hanya butuh telinga dan mulutku untuk mendengarnya dan memberinya solusi.

" Soo, berhentilah jadi bodoh. Aku tahu kau hanya menyiksa diri."

Aku? Hanya menyiksa diri? Tiff benar. Aku hanya menyiksa diriku. Menjauh darinya hanya membuat aku tambah merindukannya.

" Tidak, Tiff. Aku harus lakukan ini. Sudah cukup dia menyakiti hatiku."

" Kau serius ya, Soo?" Tiffany terdengar menghela napas. " Kenapa begini? Aku bisa membantu."

Bantu apa, Tiff? Aku sudah terlanjur sakit.

" Soo, aku dan Jinki oppa akan membantu. Jangan ragukan aku, Soo. Kita sahabat, kan?"

Ya, kita sahabat. Tapi aku tak ingin dibantu. Aku mencintainya dan aku tak ingin terluka lagi.

" Kita sahabat, Tiff. Tapi aku tak mau menelan rasa sakit karena dia menolakku, Tiff. Terimakasih."

Ya, aku sudah cukup sakit hati atas perasaannya terhadap Nicole. Bagaimana aku menerima sakit hati karena dia menolakku?

" Baiklah. Ini sudah malam. Kau tidurlah."

Aku menutup telpon setelah dia menutupnya. Lalu aku tiduran dikasurku. Sepi. Tak ada Tiffany yang selalu tidur dan menghabiskan malam bersamaku. Tak ada dia yang selalu meneleponku untuk curhat.

TOK!! TOK!! TOK!!

Seseorang masuk kekamarku. Ah, itu eomma. Tumben sekali malam-malam begini ia kekamarku. Tak biasanya. Aku memasang wajah biasa saja. Seolah tidak ada apa-apa. Padahal rasanya aku ingin menjerit bercerita pada eomma.

" Soo, kau terlihat murung sejak tadi pagi. Bahkan sejak kemarin kau sampai sini. Kau ada masalah?"

Oke. Eomma memang tahu segalanya tentang aku. Tapi maaf, kali ini aku tak bisa cerita eomma. Ini terlalu sulit untuk aku jelaskan.

" Tidak, eomma. Hanya saja memang badanku terasa lemas."

Bohong. Sudah berapa kali aku bohong dan menyembunyikan perasaan ini pada siapapun? Bahkan Tiffany sekalipun. Meski Tiffany tahu perasaanku padanya.

" Oke. Eomma tak akan memaksamu cerita, kok. Tidurlah."

Aku mengangguk. Lalu tertidur.

^.~

Sudah 2 hari aku tak bertemu dengannya. Aku merindukannya. Sangat rindu padanya. Tapi aku tak bisa menghubunginya sama sekali. Bukan karena dia. Tapi aku yang sengaja mengganti nomor dan menjauhinya.

Key. Namanya Key. Dialah namja yang membuatku begini. Menyakitiku dan membutuhkanku untuk curhat saja. Dia tak memikirkan perasaanku. Tapi aku juga tak membencinya. Aku mencintainya.

" Noona, kau ada masalah?"

Taemin duduk diayunan kosong disampingku. Taemin adalah adik sepupuku. Dia persis ibuku. Selalu tahu apa yang aku rasakan. Aku tak pernah bisa berbohong pada mereka berdua. Tapi aku juga tak mau menceritakan ini.

" Noona, ceritakan saja padaku!"

Taemin memaksa. Aku hanya tersenyum membalas ucapannya. Aku tak berniat cerita. Hanya mengulang rasa sakit yang Key berikan padaku. Dan aku tak mau.

" Noo..."

" Aku tak ada masalah. Euhm, bagaimana kau dengan Sulli?"

Aku mengalihkan perhatian. Aku tak ingin dia terus menanyakan itu. Sakit, sakit dan sakit saja yang aku rasa. Dan aku benci itu.

Taemin mulai bercerita tentang gadis yang lama disukainya itu. Aku mendengarkan dengan seksama. Ah, ceritanya tidak jauh beda denganku. Hanya saja, dia tidak merasakan sakit seperti aku.

" Noona, kau melamun? HP-mu daritadi berbunyi."

Aku segera tersadar. Memang benar. HP-ku berbunyi. Aku segera mengangkatnya. Ini dari Tiffany.

" Soo, kau ada dimana?"

Eh? Suara ini...

" Soo, kenapa tak katakan padaku kalau kau pergi?"

Key?

" Soo, jawab aku!!"

Key? Aku rindu padanya. Aku rindu suaranya. Rasanya aku ingin meloncat-loncat kegirangan begitu mendengar suaranya.

" Noona? Kenapa diam? Orang iseng ya?"

Taemin bertanya. Aku tambah diam tak berani bicara. Sementara itu, Key masih memanggil-manggilku disana. Key, rindukah kau padaku?

" Ash! Kau ini kenapa, Soo? Menjauhi aku? Apa salahku?!"

Kau tidak salah, Key. Aku yang salah. Aku yang salah karena sudah mencintaimu.

" K, kau tidak salah, Key. Aku hanya rindu pada keluargaku."

Alasan yang masuk akal, bukan? Padahal semua ini karena kau, Key. Karena kau telah berani menyakiti hatiku lewat Nicole. Meski tak secara langsung, tapi ini cukup menyakitkan, Key.

" Kalau begitu, pulanglah cepat. Aku rindu padamu."

Seandainya aku bisa, Key. Aku akan pulang. Aku akan menemuimu. Tapi maaf. Aku tak bisa. Aku masih sakit hati, Key. Tentang Nicole. Dialah penyebab aku pergi dan menjauhimu, Key. Dia. Gadis sombong, angkuh dan tak punya otak itu.

" Nanti kalau aku sudah puas. Aku masih rindu pada saudara dan sepupuku."

Bohong lagi. Kenapa aku begitu mudah bohong tentangmu, Key? Dosakah aku membohongi banyak orang karenamu?

" Kapan?"

Aku tidak tahu. Yang jelas, aku ingin sendiri Key. Tanpa gangguanmu. Tanpa ocehanmu tentang Nicole bodoh itu. Tanpa lirikanmu yang membuat aku tambah sakit hati. Tanpa tatapanmu pada Nicole dan tanpa senyumanmu untuk gadis itu.

" Aku belum tahu, Key. Tapi sepertinya tidak dalam waktu dekat ini."

Kenapa? Kenapa kau terus bertanya, Key? Mau membuat aku bohong lebih jauh lagi? Sudah cukup! Berhentilah membuat aku membohongi diriku sendiri dan orang lain!

" Cepatlah pulang, Soo."

Eh? Suaranya terdengar lirih. Apa kau sungguh-sungguh Key? Percuma. Aku ingin melupakanmu, Key. Aku ingin menghilangkan rasa sakit ini. Aku tak ingin kau menambahnya begitu aku kembali nanti.

Tak terasa, air mataku meleleh. Baiklah, baiklah. Aku memang benar-benar tersiksa oleh kelakuanku sendiri. Aku tak mampu jauh darimu. Tapi maaf, Key. Ini harus kulakukan.

" Noona? Kau menangis?"

Dengan cepat, kuhapus air mataku dan tersenyum pada Taemin. Lalu aku pergi kekamarku. Aku meringkuk dan menangis selama hampir 3 jam. Sekarang sudah pukul 7 malam. Aku belum mandi dan parahnya, mataku bengkak.

TOK!! TOK!! TOK!!

Untung aku sempat mengunci pintu kamarku tadi. Kalau tidak, eomma pasti akan mengira aku benar-benar ada masalah. Yeah, aku sudah duga itu pasti eomma. Aku segera mengacak-ngacak rambutku dan mengusutkan bajuku agar terlihat seperti orang bangun tidur.

KLEK!

Nah, tebakanku salah kali ini. Ternyata Taemin. Dia memanggilku untuk makan malam. Aku segera menolaknya dengan alasan tidak lapar. Padahal aku sama sekali tak bernafsu makan. Apalagi mengingat Key meneleponku.

" Noona, ceritakan padaku."

Sepertinya Taemin akan lama. Sebaiknya aku abaikan dia dan masuk kekamar mandi. Tak lupa kuambil baju handukku untuk menutupi tubuhku. Berjaga-jaga jika Taemin masih nekat menunggu aku selesai mandi.

Hah, benar kan? Dia memang bocah nekat. Sekarang dia sedang tidur-tiduran dikasurku sambil membaca komik-komik milikku. Aku segera duduk didepan meja rias. Hanya untuk menyisir.

" Noona, apa yang ingin kau ceritakan padaku?"

Ia bertanya dengan semangat. Padahal aku tidak berniat menceritakan apapun. Dia selalu semangat bila mendengar ceritaku. Kami memang selalu berbagi cerita. Tapi aku sedang tak ingin.

DRRT... DRRT...

Bagus. Dering HP menyelamatkan aku. Aku segera mengangkatnya dan suara Tiffany langsung menyerbuku. Dia minta maaf karena sudah memberikan izin pada Key untuk meneleponku. Aku diam saja. Apakah Key memaksa sehingga Tiffany tak mampu melawan?

" Soo, dia sepertinya benar-benar merindukan dirimu. Tidakkah kau pulang saja dan mencari tahu apa yang dirasakan Key padamu?"

Mauku juga begitu, Tiff. Tapi aku tak mau lagi merasakan sakit hati untuk yang kedua kalinya. Aku terlalu takut untuk merasakan sakit yang kedua. Sangat takut.

" Ya, kau tidak mau sakit hati karena ditolak? Itu resiko, Soo. Kau tidak akan tahu jika tidak mencobanya."

Tiff benar. Tapi aku tidak berani. Bisakah aku meminta waktu, Tiff? Sebentar saja agar aku dapat bersikap biasa saja ketika dia menolakku.

" Mungkin kau benar, Tiff. Tapi, beri aku waktu. Aku tidak siap."

Akhirnya aku menyerah. Setelah aku siap, aku akan temui Key lagi dan terima kenyataan. Apapun yang terjadi, aku harus siap. Meskipun itu adalah hal yang kutakutkan selama ini.

" Ya, kau harus mempersiapkannya. Semoga saja Key memiliki perasaan yang sama padamu."

Ya, semoga Tiff.

" Aku harap juga begitu, Tiff."

Aku tersenyum dan melihat kearah Taemin yang masih dengan setia menungguku dengan komik-komik yang berserakan dikasur. Apa dia benar-benar ingin mendengar ceritaku?

" Soo, Dia benar-benar murung sejak kau pergi. Dia benar-benar tak memikirkan siapapun."

Benarkah, Key? Sudah tak ada rasa lagikah kau pada Nicole jelek itu? Aku bersyukur, Key. Semoga perasaanku tidak bertepuk sebelah tangan padamu. Aku harap kau juga merasakan apa yang aku rasakan padamu.

" Soo,"

" Mmh?"

" Bogoshippo. Jeongmal bogoshippo."

Aku tertegun. Aku juga merindukanmu, Tiff. Maaf kalau aku mengabaikanmu dengan meninggalkan kau sendiri dirumah seluas itu. Aku sadar kau pasti kesepian. Tapi aku mau menghindar dari Key.

" Na do bogoshippo, Tiff."

Aku yakin Tiffany sudah menangis. Dia memang mudah menangis. Suara isakannya saja sudah terdengar. Aku terjebak dalam situasi yang sulit. Aku egois. Mementingkan diriku sendiri dan sakit hatiku. Aku tak memikirkan Tiffany yang kesepian tanpa aku.

Taemin mendekat kearahku. Menatapku dengan tatapan memohon. Aku memeletkan lidahku. Tanda aku menolak permohonannya. Dia kembali duduk dikasur. Bahkan berguling-guling dan bergelut dengan komik-komikku.

" Aku ingin kau cepat pulang, Soo."

Dia mengatakannya dengan nafas terputus dan satu tarikan nafas yang menimbulkan bunyi. Dari situ saja aku sudah sangka kalau dia menangis. Dia selalu gampang menangis.

" Tiff, nanti aku pasti pulang. Kau tunggu saja aku."

Selesai. Tiffany memutus sambungan telpon dengan nafas terputus-putus. Aku jadi kasihan padanya.

" Jadi, kau menghindari temanmu, noona?"

Entah sejak kapan Taemin sudah berdiri disitu. Aku tidak tahu. Bocah ini selalu saja mengagetkanku. Tak ada kerjaan lain.

" Tidak. Sudah, tidur sana! Pasti eomma makan malam sendirian!"

Aku mengusirnya. Dia hanya menatapku dengan tatapan datar. Lalu pergi meninggalkan kamarku. Aku tersenyum puas.

^.~

Rasa ini...
Kenapa tak pernah berujung? Kenapa malah membuatku sulit dan terpojok? Haruskah aku memutuskannya sekarang untukmu?

^.~

5 hari berlalu dan aku masih tidak siap. Baiklah, kapan aku siap? Jawabannya adalah tidak tahu. Itu pasti. Aku takkan pernah tahu kapan aku siap dan aku mampu. Mungkin tidak akan pernah siap. Aku takut.

^.~

Rasa ini...
Bisakah sejenak saja aku berpikir untuk ini? Aku mencintaimu. Tapi aku tak ingin sakit hati. Euhm, sakit hati untuk yang kedua kalinya.

^.~

Aku sudah putuskan. Aku pulang sekarang. Aku tak bisa juga lama-lama bolos sekolah. Pasti akan ketinggalan banyak pelajaran. Dan tentang Key, aku yakin aku sudah siap.

" Noona benar-benar ingin pulang ya? Kau kan belum bercerita apa-apa padaku!"

Taemin merengek seperti anak kecil. Aku tertawa kecil melihatnya. Mau bagaimana lagi? Nanti kalau Happy Ending akan kuceritakan. Ya, itu kalau Happy Ending. Aku tak yakin.

" Noona, memang masalahmu sudah selesai?"

Masih penasaran rupanya. Aku mengangguk kecil dan tersenyum. Huh, bohong lagi. Sudah keberapa kalinya aku membohongimu, Taemin? Maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk membohongimu. Hanya saja aku tak ingin seorangpun tahu kecuali Tiffany.

" Baiklah, aku menyerah. Akhir-akhir ini kau tertutup."

Aku tertawa. Aku tahu kau kesal. Tapi sekali lagi maaf. Aku hanya bisa memberikan senyuman dan menutup mulut rapat-rapat. Aku tak ingin kau dan yang lain tahu. Ini kisah cinta yang memalukan dan menyedihkan.

" Akhirnya."

Aku lega. Dia mengalah. Tumben sekali. Biasanya dia paling malas kalau sudah menyangkut hal yang seperti itu. Menurunkan harga diri katanya. Menyerah dan mengalah hanyalah kumpulan kata tak berarti menurutnya. Tapi sekarang? Hei, kemana prinsipnya?

" Tapi kau janji, kalau cerita ini berakhir manis dan bahagia, ceritakan padaku."

Kalimat setenang itu membuat aku membelalakan mata. Kapan aku berjanji padanya? Ah, masa dia baca pikiranku? Ada-ada saja anak ini.

" Yaya, terserah kau saja."

" Aku akan meneror-mu."

Haha. Tidak mungkin. Nomor HPku kan sudah ganti. Mana mungkin dia bisa menerorku. Lelucon yang sangat lucu.

DRRT!! DRRT!!

Hei, HPku berbunyi. Ada yang meneleponku. Eh? Siapa ini? Tae...min? Huaa, bagaimana dia bisa tahu nomer HPku? Kulihat Taemin sedang menggoyang-goyangkan HPnya seolah menunjukan padaku. Aku langsung terdiam kesal. Dasar!

" Kau harus cerita padaku!!"

Aku tersenyum sebelum menaiki taksi. Memberi harapan kosong, huh? Semoga saja dia tak begitu banyak berharap tentang kisah cinta bodoh ini. Kisah cinta yang tak mungkin berakhir manis. Aku yakin ini takkan berakhir manis.

^.~

Key memelukku dengan kencang begitu aku masuk sekolah keesokan harinya. Aku senang dia merindukan aku. Sangat senang. Tapi, apa dia akan kembali curhat tentang Nicole si gadis bodoh itu? Apa dia akan menyakiti aku?

" Lihat kan, betapa dia rindu padamu?"

Tiffany mengerling padaku. Aku tersenyum tipis. Raut kegelisahan pasti terpancar jelas dimataku. Gelisah? Ya, aku gelisah karena aku takut Key akan memulai ocehannya lagi tentang si Nicole angkuh, sok dan bodoh itu.

" Key, lepaskan! Aku tak bisa bernapas."

Aku mencoba melepaskan pelukan Key yang sangat kencang. Key melepaskannya dan menatapku dengan tatapan yang sulit aku artikan. Lebih dari rindukah ia? Ingin aku bersamanya dan takkan meninggalkannya lagikah?

" Kau kenapa, Key?"

Aku menggoyangkan telapak tanganku didepan wajahnya. Tak berhasil. Aku mencubit pipinya. Dia meringis kesakitan. Aku tertawa kecil. Dia lucu sekali.

" Jangan pergi lagi, Soo."

Key kembali memelukku. Tidak, Key. Aku takkan pergi lagi selama kau tidak menyakiti hatiku dengan ucapan-ucapanmu tentang Nicole. Aku janji.

Key menatapku dengan puppy eyes-nya. Aku balas menatapnya. Lalu mendengus pelan. Aku tak kuat, Key. Jangan menatapku seperti itu. Jangan buat aku semakin mencintaimu. Itu menyakitkan, Key. Tolong. Hentikan.

Tiba-tiba aku melihat Nicole jalan melewati kami bersama Chansung dan Taecyeon. Aku langsung mencolek Key dan mengedikkan daguku ke arah Nicole yang sedang berjalan. Key mengikuti arah daguku. Lalu dia melihatnya.

Sakit. Betapa bodohnya aku menunjukkan itu pada Key. Padahal aku tahu kalau aku akan sakit hati melihat Key menatap Nicole. Ya Tuhan, kuatkanlah aku.

Beberapa detik kemudian, Key menoleh ke arahku. Aku tersenyum. Tapi dia tidak. Aku jadi bingung. Ada apa dengannya? Bukankah seharusnya dia senang melihat gadis pujaannya itu?

" Seharusnya kau ada saat aku dicampakkan oleh gadis sombong itu."

Eh? Tak salah dengar kan, aku? Key sebut Nicole apa? Gadis sombong? Waaah, suatu keajaiban! Tapi, aku tak tega melihatnya bersedih seperti ini. Apa ini artinya kau patah hati, Key?

" Dia itu gadis yang sombong, Soo. Sekarang aku membencinya."

Benarkah? Aih, senangnya aku! Kalau begitu, aku takkan pernah pergi darimu lagi. Kau membuat hatiku berbunga-bunga, Key!!

" Sekarang aku menyukai gadis lain. Dia cantik. Lebih cantik dari Nicole. Dia baik. Tak seperti Nicole yang bodoh itu. Baru-baru ini aku sadar kalo aku mencintai dia. Bukan karena kecantikannya. Atau kebaikannya. Tapi cara dia bertahan untuk mencintai aku, Soo."

JLEP!! Sebuah panah tepat menusuk di jantungku. Siapapun, tolong keluarkan aku dari neraka Key! Aku sudah tak kuat lagi mendengarnya bercerita tentang gadis lain yang sekarang ia sukai. Bahkan Key mencintainya. Dan gadis itu, dia tidak seperti Nicole yang mencampakannya. Tapi gadis itu seperti aku yang mencintainya. Sayangnya gadis itu bukan aku.

" Aku sadar betul sudah menyakitinya selama ini. Selalu membuatnya menangis meski aku tak menyadarinya. Bodohnya aku."

Hei, kau juga membuat aku menangis, Key. Kau juga tak menyadarinya. Kau juga sudah membuat aku sakit. Dan lagi-lagi kau tidak menyadarinya. Kalau begini, untuk apa aku pulang dan menemuimu, Key?

Tanpa sadar, air mataku mengalir. Tak mau Key melihatnya, aku segera berlari menuju kelasku dan memeluk Tiffany yang sedang berbincang dengan Jinki oppa.

" Wae, Sooyoung? Apa yang Key lakukan hingga kau jadi seperti ini?"

Tiffany memelukku dan mengelus rambutku dengan lembut. Aku menangis semakin kencang. Key benar-benar mempermainkan hatiku. Sakit hati ini karenanya. Dan sekarang aku membencinya. Tidak. Aku tak bisa sedikitpun membencinya.

" Soo?"

Key mengejarku? Yang panggil aku tadi Key? Ah, kenapa dia masih berani mengejarku? Kenapa dia mengejarku? Aku tak butuh dikejar olehnya. Aku bukan wanita yang ia cintai. Aku bukan orang yang tepat.

" Key, pergilah. Sepertinya dia tak ingin bertemu. Lagipula, kau membuatnya menangis."

Jinki oppa membawa Key keluar kelas. Key sepertinya pasrah. Karena aku juga tak mau bertemu dengannya. Untuk apa aku bertemu dengannya kalau hanya akan membuat hatiku semakin nyeri?

" Key, dia menyukai gadis lain, Tiff. Aku, aku ingin pulang. Aku ingin pindah. Aku tak ingin lagi bertemu dengannya!"

Aku menjerit seolah-olah tak ada orang disekeliling aku dan Tiffany. Biar saja. Toh, sebentar lagi aku akan benar-benar pergi meninggalkan sekolah ini dan kota ini.

" Kau akan meninggalkan aku? Dirumah besar dan menyeramkan itu?"

Ah, maaf Tiff. Tolong mengerti aku sekali ini. Sekali ini saja. Ku mohon. Aku baru kembali dan Key sudah menyakiti hatiku. Seandainya aku bisa, aku akan membuat Key jatuh cinta padaku. Tapi apa daya? Aku bukan peri cinta atau apapun. Aku hanya manusia biasa yang bodoh. Bodoh karena aku tetap mencintai Key meski Key sudah menyakiti batinku berulang kali.

Tiffany mengeratkan pelukannya. Aku menangis sejadi-jadinya dalam pelukannya. Memang hanya Tiffany yang paling mengerti aku selain keluargaku. Kalau sudah begini, apa aku rela meninggalkannya sendirian? Membiarkannya menangis karena kesepian? Kalau begitu apa bedanya aku dengan Key yang aku anggap jahat?

" Tidak, Tiff. Aku takkan pergi. Tapi mungkin aku akan pindah dari sekolah ini. Cukup sudah aku bertahan disini. Aku sakit, Tiff. Aku tak mampu lagi menahannya. Apalagi mempertahankannya."

Tiffany tersenyum. Ia mengangguk dengan pelan. Aku ikut tersenyum. Keputusanku sudah bulat. Hari ini juga aku akan cari sekolah dan mengurus kepindahanku. Harus hari ini.

" Aku akan membantumu pindah sekolah. Jika itu memang maumu."

Tiffany memang baik. Dia selalu mencoba mengerti dengan segala keadaanku. Aku tersenyum mengangguk.

^.~

Hmm, apa aku bisa meninggalkan sekolah ini? Apa aku bisa meninggalkan semua kenangan-kenangan bersama Key? Tuhan, tolong aku. Jangan buat aku jadi dilema seperti ini. Tolong pilihkan aku jawaban yang tepat, Tuhan.

Key. Aku memandangnya yang sedang bermain basket. Aku tak menghampirinya. Biar saja. Besok semuanya hanya tinggal kenangan. Tak ada lagi aku dan Key yang bicara dipinggir lapangan sambil memperhatikan Nicole. Tak ada lagi Key yang menemani aku menulis dipinggir lapangan. Ya, takkan ada lagi.

" Soo, ayo kita pulang. Masih ingin menatapnya? Untuk yang terakhir, eh?"

Sial. Tiffany menggodaku. Dia memamerkan eye smile-nya yang membuat aku merasa itu adalah ejekan. Huh, aku terlalu mencintai Key. Seharusnya aku bisa lepas dari bayang-bayang cinta ini. Dan tidak seharusnya aku menatap Key.

" Tidak. Ayo pulang. Kajja!"

Aku menarik Tiffany yang tertawa kecil dan melambai pada Jinki oppa. Genit sekali anak ini. Mau pulang saja sampai melambai-lambai begitu. Besok kan bisa bertemu lagi.

" Jalga oppa!! Saranghae..!"

Ya ampun, sampai berteriak segala. Malu tahu! Dia itu tidak tahu malu. Masa mengatakan Saranghae duluan! Aku saja tidak berani =,=. Huh, aku memang tidak punya nyali untuk mengatakannya pada Key. Aku benci itu. Kenapa harus seperti ini, sih?

" Jalga!! Na do saranghae, Tiff!!"

Yah, yah, membuat aku cemburu dengan kelakuan dua couple ini. Key, katakan itu padaku >.<!! Katakan kalau kau juga mencintaiku!! Jangan buat aku menunggu Key. Huh, harapan yang sia-sia. Key sudah menyukai orang lain. Dan yang jelas, bukan aku.

Wow, sekarang gadis ini sedang membuat ciuman-ciuman pada Jinki oppa. Seolah ciuman itu akan melayang dan sampai ke Jinki oppa. Bodohnya, Jinki oppa bertingkah seolah-olah ciuman itu malah sampai ke hatinya.

" Tiff, berhentilah membuat kebodohan seperti itu. Kita pulang sekarang!"

Kami telah menghilang dari Jinki oppa dan Key. Aku merasa punggungku panas dari tadi. Aku yakin Key menatapku. Ah, tidak, tidak. Kau jangan geer, Sooyoung! Dia suka pada orang lain! Mana mungkin dia menatapmu setajam itu!

" Soo, sebaiknya kau tidak pindah."

Hei, bukankah kau sudah mau membantuku, Tiff? Kenapa berubah pikiran?! Tidak bisa! Aku harus tetap pindah. Aku tak ingin menambah rasa sakitku! Ini baru permulaan yang kedua. Aku belum tahu siapa gadis yang Key cintai. Tapi aku sudah merasakan sakit hatiku yang tambah parah. Aku bisa mati kalau aku tahu gadis yang Key cintai lebih dari aku!!

" Sepertinya Key menyukaimu."

Hanya suka, Tiff! Tidak cinta! Key bahkan mencintai orang lain. Orang yang sepertinya segala-galanya diatas aku. Orang yang mungkin lebih mementingkan Key daripada dirinya sendiri. Orang yang dilihat Key! Dan orang itu bukan aku!!

" Dia menatapmu. Matanya terlihat sendu, Soo."

Apa? Kau mengigau, Tiff. Key tak mungkin melihatku. Aku bukan gadis yang dia cintai. Oke, mungkin suka. Tapi hanya suka, Tiff. Berhentilah membuat aku tambah mencintai Key.

" Sudahlah, Tiff. Mungkin hanya ilusi. Dia tak mungkin melihatku."

Aku berkata apa adanya. Apa yang aku rasakan.

" Yeah, bagimu ilusi, Soo. Karena kau ingin menepisnya. Karena kau ingin membuangnya. Tapi aku melihatnya, Soo! Dia melihatmu. Tolong pikirkan baik-baik."

Jangan. Jangan, Tiff. Sudah cukup aku merasakan sakit. Aku tak ingin menambah rasa sakitku. Aku sudah lelah.

" Mungkin, Tiff. Yeah, ada baiknya aku mengikuti ucapanmu."

Hei, apa yang aku bicarakan? Tidak. Aku ingin pindah. Arghh, dunia ini sudah membuat aku gila. Tentang cinta, tentang hidup. Sekarang otakku pun melawan aku!

^.~

Istirahat pertama Key sudah menghadang jalanku. Dan sialnya, Tiffany dan Jinki oppa malah meninggalkan aku. Duh, mereka itu bodoh atau apa sih?

" Soo, bisakah kita bicara?"

Aku mengangguk. Hei, tolong turuti aku! Ah, ini bodoh!

Key membawaku ke taman belakang. Disana sepi dan tak ada seorang pun. Untuk apa Key membawa aku ketempat ini? Dia ingin menyatakan perasaannya padaku? Haha. Jangan bodoh kau, Soo!

" Akhir-akhir ini kau selalu menghindari aku."

Itu semua karena kau bodoh!

" Memang aku salah apa?"

Kau salah. Membuat aku sakit hati.

" Bicaralah, Soo."

Hei, aku tak ingin bicara pada orang yang sudah membuat aku sakit hati.

" Soo, tentang gadis itu..."

Cukup, bodoh! Aku tak ingin mendengarnya.

" Aku mencintai dia."

Yaya, aku sudah tahu. Dan sekarang hatiku terkoyak lagi. Sakit, Key. Rasakanlah sakitnya jika kau mau!

" Gadis itu..."

STOP! Mendengarmu memanggilnya 'gadis itu' saja aku tak mau! Apalagi namanya, Key.

" Choi Sooyoung."

Haah, hanya ilusiku saja kau menyebut namaku.

" Soo, saranghae. Aku tahu aku bodoh. Dengan lancarnya aku terus-terusan menceritakan rasa sukaku pada Nicole. Padahal kau sedang berusaha mati-matian menahan perasaanmu. Maafkan aku, Soo."

Bahkan tidak cuma otakku. Telingakupun sepertinya tidak beres.

" Soo, aku serius. Sejak awal memang aku menyukaimu. Tapi aku juga suka Nicole. Dan aku bingung, Soo."

Apa sih maksudmu, Key? Jangan-jangan nama gadis itu sama juga denganku? Kau menganggap aku si 'gadis itu', ya?

" Soo, bicaralah. Jangan diamkan aku terus!"

Key menyentakku. Aku tersadar. Benarkah semuanya? Jadi ini bukan ilusi?

" Soo, aku mencintaimu. Mianhae jika sudah membuatmu berkali-kali menangis dan terluka. Maaf, aku tidak menyadarinya."

Babo namja! Kenapa setelah sekian lama, kau baru menyadarinya, Key?!!

" Dan kau harus berterimakasih pada Tiff. Karena dialah yang sudah menyadarkan aku selama kau pergi."

Tiffany? Sialan anak itu!

" Soo, saranghae. Jeongmal saranghaeyo."

Oke. Ini waktunya aku membalas.

" Sirreo! Aku tak mencintaimu."

Oh, oh, apa aku begitu kejam? Tidak.

" Pergilah. Aku sudah tak ada rasa denganmu."

Waw!! Kulihat wajah Key seperti terpukul. Yak! Aku mau kau merasakan apa yang kurasakan, Key!!

" Kau itu sudah keterlaluan! Kau membuat aku sakit hati sekian lama. Dan kau menyadarinya saat aku sudah membencimu, kan?"

Baik. Ini terlalu sadis. Tapi ini pelajaran untukmu.

" Baiklah. Mianhaeyo."

Key berdiri dan segera berjalan menjauhiku.

" Tapi jika kau mau kembali, aku akan berkata, NA DO SARANGHAEYO, KEY!!!"

Hei, dapat keberanian dari mana aku? Ah, sudahlah. Yang penting aku mencintai Key.

Key berbalik dan segera memelukku. Bahkan dia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku dapat merasakan hangat nafasnya menerpa hidungku. Selang beberapa detik, aku merasakan basah dibibirku. Yak, dia menciumku. Ciuman pertamaku!! Yeah, thank's Key.

" Saranghaeyo."

Dia mencium keningku.

" Saranghaeyo."

Dia mencium mata kananku.

" Saranghaeyo."

Dia mencium mata kiriku.

" Saranghaeyo."

Dia mencium hidungku.

" Saranghaeyo."

Pipi kiriku pun diciumnya.

" Saranghaeyo."

Juga pipi kananku.

" Saranghantago."

Terakhir, bibirku jadi sasarannya.

Aku segera melepaskan ciumannya dan pelukannya.

" Ah, stop! Na do saranghaeyo!!"

^.~

Rasa ini...
Sekarang aku tahu kenapa Tuhan membuat aku sakit hati. Itu karena Dia ingin kau menyadari perasaanku. Key, aku sekarang tahu kenapa aku mencintaimu. Itu karena kau bodoh.

^.~

" Hei, kau tak bisa seenaknya menulis kalau aku bodoh!!"

Ups, kupikir kau tak melihatnya, Key. Mianhae, deh.

" Eomma, bodoh itu apa?"



Ahh, Key benar-benar bodoh!! Tega sekali membuat aku menjelaskan pada anakku bodoh itu apa!!

" Siapa yang bilang itu?"

" Appa bilang begitu kan eomma?"

Aku tersenyum licik.

" Tanyalah pada Appa. Dia yang ucapkan, dia harus tahu artinya."

Kyungsan segera menghampiri Key yang sedang bersenandung kecil sambil membuat teh hangat.

" Appa."

aku terkikik geli mendengar Kyungsan memanggil Key.

" Ada apa jagoan?"

Aku mencibir. Dasar Key!

" Bodoh itu, artinya apa, Appa?"

Aku dapat melihat Key sedikit memincingkan matanya dan melihatku. Aku hanya tersenyum meledek.

" Siapa yang bicara begitu padamu?"

Kyungsan menggeleng.

" Lantas, darimana jagoan Appa mendapat bahasa itu?"

" Appa sendiri yang berteriak pada Eomma tadi."

Haha. Anakku pintar sekali memojokkan Appanya. Haha!!

" Kenapa kau tidak bertanya pada Eomma?"

Hei, kau ingin membuat aku bingung, Key?!

" Eomma bilang, karena Appa yang bicara bodoh, aku harus bertanya pada Appa."

Wuaah, polosnya anakku.

" Baiklah. Bodoh itu seperti Eomma-mu yang tetap mencintai Appa meskipun Appa sudah menyukai orang lain."

Key! Kuhajar kau!

" Hei, bodoh itu seperti Appa-mu yang telat menyadari kalau dia mencintai Eomma."

Kyungsan terlihat bingung.

" Cinta itu apa, Eomma? Appa?"

Ups. Aku memandang Key. Key tersenyum.

" Cinta itu, seperti ini."

CUP!! Aku dan Key kompak mencium Kyungsan dipipi kanan dan kirinya. Kyungsan langsung memeluk kami berdua.

" Kyungsan cinta Eomma."

Kyungsan mencium pipiku.

" Dan Kyungsan cinta Appa."

Kyungsan juga mencium pipi Key.

" Kyungsan sayang Appa, sayang Eomma. Sayang dua-duanya."

Aku tersenyum.

" Eomma dan Appa cinta Kyungsan...!"

^.~

Rasa ini...
Aku tahu kenapa aku tak bisa membencimu meski kau sudah menyakiti hatiku. Itu karena aku mencintaimu lebih dari yang aku tahu.

^.~

Kyungsan sudah tertidur. Aku tersenyum melihat wajahnya. Manis seperti Key. Aku melirik Key yang juga tertidur di sofa. Ah, kebiasaan. Dia selalu saja tertidur di sofa.

" Oppa, bangun. Tidurlah dikamar. Kau bisa sakit tidur disini."

Aku menepuk pelan pipi Key. Dia tak bergerak. Selalu susah membangunkannya jika sudah tidur. King of sleep ini harus aku apakan ya, agar dia bangun?

Ah, aku tahu!

" Oppa, bangun."

Aku menggunakan suaraku seseksi mungkin dan berbisik pelan ditelinganya.

" Oppa. Tidur dikasur saja. Kau bisa sakit."

Aku terus membangunkannya. Dan berhasil! Dia membuka matanya. Lalu menatapku dengan tatapan menggoda. O,ow. Sepertinya salahku menggunakan suara seksi itu.

" Chagi."

Nah kan, dia pasti ingin aku melakukannya. Aduh, harusnya terpikirkan sebelum aku melakukannya. Dan, kenapa aku tidak menggunakan aegyo saja? Kenapa malah pakai suara itu?

" Chagi."

Huh. Aku menoleh dan menatapnya yang sedang tersenyum nakal. Dia mulai mendekatiku. Aku mudur. Tapi, ah, sofa ini terlalu sempit.

" Chagi, saranghae."

Dia menciumku lama. Aku memejamkan mata. Tak lama, dia melepasnya dan menarikku berdiri.

" Ayo kita lakukan!! Kyungsan pasti senang bila dia memiliki adik!"

MWO?!

" Andwe!! Aku lelah, oppa."

" Tidak bisa. Ayolah, Kyungsan pasti senang kok, kalau dia tahu akan memiliki adik."

" Yaya, tapi tidak sekarang, oppa!!"

" Andwe!! Sekarang saja. Lebih cepat lebih baik!! Kajja!!"

Oke. Aku tak bisa menolaknya!!

The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar